UU ASN
(UU No. 5 Th 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara) telah diundangkan, menurut
harian jpnn.com Kamis, 16 Januari 2014, JAKARTA--Belum genap 30 hari setelah UU
tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disahkan di DPR pada 19 Desember 2013,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani UU tersebut pada 15
Januari 2014. UU ASN resmi diundangkan di lembaran negara dan mulai
diberlakukan. UU ini menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 juncto
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
UU ini
sangat bagus bila di lihat dari semangatnya menempatkan kata profesional,
profesionalisme atau profesionalitas sebagai bagian penting dari UU ini.
Berikut
adalah kata profesionalisme atau profesionalitas seperti yang tertuang dalam
petikan UU ASN:
BAB II
ASAS, PRINSIP, NILAI DASAR, SERTA KODE ETIK DAN KODE PERILAKU. Pasal 2.
Penyelenggaraan kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas: a. kepastian
hukum; b. profesionalitas; c. proporsionalitas; d. keterpaduan; e. delegasi; f.
netralitas; g. akuntabilitas; h. efektif dan efisien; i. keterbukaan; j.
nondiskriminatif; k. persatuan dan kesatuan; l. keadilan dan kesetaraan; dan m.
kesejahteraan.
Pasal
3. ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip sebagai berikut: a. nilai
dasar; b. kode etik dan kode perilaku; c. komitmen, integritas moral, dan
tanggung jawab pada pelayanan publik; d. kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas; e. kualifikasi akademik; f. jaminan perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas; dan g. profesionalitas jabatan.
Pasal
4. Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi: a. memegang
teguh ideologi Pancasila; b. setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah; c. mengabdi
kepada negara dan rakyat Indonesia; d. menjalankan tugas secara profesional dan
tidak berpihak; e. membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian; f.
menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif; g. memelihara dan
menjunjung tinggi standar etika yang luhur; h. mempertanggungjawabkan tindakan
dan kinerjanya kepada publik; i. memiliki kemampuan dalam melaksanakan
kebijakan dan program pemerintah; j. memberikan layanan kepada publik secara
jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
k. mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi; l. menghargai komunikasi,
konsultasi, dan kerja sama; m. mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja
pegawai; n. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan o. meningkatkan
efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat sistem
karier.
Pasal
5. (1) Kode etik dan kode perilaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b
bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN. (2) Kode etik dan kode
perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi pengaturan perilaku agar
Pegawai ASN: a. melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan
berintegritas tinggi; b. melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin; c.
melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan; d. melaksanakan
tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; e. melaksanakan
tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan; f. menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara; g.
menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif,
dan efisien; h. menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam
melaksanakan tugasnya; i. memberikan informasi secara benar dan tidak
menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan
kedinasan; j. tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status,
kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat
bagi diri sendiri atau untuk orang lain; k. memegang teguh nilai dasar ASN dan
selalu menjaga reputasi dan integritas ASN; dan l. melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai disiplin Pegawai ASN. (3) Kode etik dan
kode perilaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB
III JENIS, STATUS, DAN KEDUDUKAN. Pasal 9. (1) Pegawai ASN melaksanakan
kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan Instansi Pemerintah. (2) Pegawai ASN
harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
Pasal
11. Pegawai ASN bertugas: a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas; dan c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pasal
12. Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas
penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui
pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari
intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme...
dan seterusnya....(UU ASN, 2014).
Kata
profesi, profesional dan profesionalitas terdapat dalam pasal 2, 3, 4, 11, 12,
19, 25, 26, 27, 28, 31 dan 126 dari 144 pasal dalam UU ASN 2014.
Profesi
Menurut
kamus bahasa indonesia org, arti Profesi adalah
bidang pekerjaan yg dilandasi pendidikan keahlian tertentu.
Pengertian
profesi adalah pekerjaan tetap seseorang dalam bidang tertentu berdasarkan
keahlian khusus yang dilakukan secara bertanggung jawab dengan tujuan
memperoleh penghasilan. Nilai moral suatu profesi menurut Frans Magnis Suseno,
1975 : 1. Berani berbuat untuk tuntutan Profesi; 2. Menyadari kewajiban yang
harus dipenuhi; 3. Idealisme sebagai perwujudan makna misi organisasi profesi
(dari http://cipluk2bsi.wordpress.com/profesionalisme-kerja-2/).
Profesional
Menurut
kamus bahasa indonesia org, arti Profesional adalah (1) bersangkutan dng
profesi; (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; (3)
mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir).
Profesional
itu adalah seseorang yang memiliki 3 hal pokok dalam dirinya, Skill, Knowledge,
dan Attitude! Skill disini berarti adalah seseorang itu benar-benar ahli di
bidangnya. Knowledge, tak hanya ahli di bidangnya tetapi ia juga menguasai, dan
berwawasan tentang ilmu2 lain yang berhubungan dengan bidangnya. Dan yang
terakhir Attitude, bukan hanya pintar dan cerdas…tapi dia juga punya etika yang
diterapkan dalam bidangnya.
Menurut
Prof. Edgar Shine yang dikutip oleh Parmono Atmadi (1993), sarjana arsitektur
pertama yang berhasil meraih gelar doktor di Indonesia, merumuskan pengertian
professional adalah sebagai berikut (disadur dari dari Blog: Azenismail Just
another WordPress.com weblog): 1. Bekerja sepenuhnya (full time) berbeda dengan
amatir yang sambilan; 2. Mempunyai motivasi yang kuat; 3. Mempunyai pengetahuan
(science) dan keterampilan (skill); 4. Membuat keputusan atas nama klien
(pemberi tugas); 5. Berorientasi pada pelayanan (service orientation); 6.
Mempunyai hubungan kepercayaan dengan klien; 7. Otonom dalam penilaian karya;
8. Berasosiasi professional dan menetapkan standar pendidikan; 9. Mempunyai
kekuasaan (power) dan status dalam bidangnya; 10.Tidak dibenarkan mengiklankan
diri.
Menurut
Prof. Soempomo Djojowadono (1987), seorang guru besar dari Universitas
Gadjahmada (UGM) merumuskan pengertian professional tersebut sebagai berikut
(disadur dari dari Blog: Azenismail Just another WordPress.com weblog): 1.
Mempunyai sistem pengetahuan yang isoterik (tidak dimiliki sembarang orang); 2.
Ada pendidikannya dan latihannya yang formal dan ketat; 3. Membentuk asosiasi
perwakilannya; 4. Ada pengembangan Kode Etik yang mengarahkan perilaku para
anggotanya; 5. Pelayanan masyarakat/kemanusian dijadikan motif yang dominan; 6.
Otonomi yang cukup dalam mempraktekkannya; 7. Penetapan kriteria dan
syarat-syarat bagi yang akan memasuki profesi.
Rujukan
berikutnya dapat diambil dari pendapat Soemarno P. Wirjanto (1989), Sarjana hukum
dan Ketua LBH Surakarta, dalam seminar Akademika UNDIP 28-29 Nopember 1989,
yang mengutip Roscoe Pond, mengartikan istilah professional sebagai berikut
(disadur dari dari Blog: Azenismail Just another WordPress.com weblog): 1.
Harus ada ilmu yang diolah di dalamnya; 2. Harus ada kebebasan, tidak boleh ada
hubungan hirarki; 3. Harus mengabdi kepada kepentingan umum, yaitu hubungan
kepercayaan antara ahli dan klien; 4. Harus ada hubungan Klien, yaitu hubungan
kepercayaan antara ahli dan klien; 5. Harus ada kewajiban merahasiakan
informasi yang diterima dari klien. Akibatnya hrus ada perlindungan hukum; 6.
Harus ada kebebasan (hak tidak boleh dituntut /hukum) terhadap penentuan sikap
dan perbuatan dalam menjalankan profesinya; 7. Harus ada Kode Etik dan peradilan
Kode Etik oleh suatu Majlis Peradilan Kode Etik; 8. Boleh menerima honorarium
yang tidak perlu seimbang dengan hasil pekerjaannya dalam kasus-kasus tertentu.
Abudin
Nata menambahkan tiga kriteria suatu pekerjaan profesional: 1. Mengandung unsur
pengabdian, artinya setiap profesi dikembangkan untuk memberikan pelayanan
tertentu kepada masyarakat. Setiap orang yang mengaku menjadi pengembang dari
suatu profesi tertentu harus benar-benar yakin bahwa dirinya memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat tersebut; 2. Mengandung unsur idealisme, artinya setiap profesi
bukanlah sekedar mata pencari atau bidang pekerjaan yang mendatangkan materi
saja melainkan dalam profesi itu tercakup pengertian pengabdian pada sesuatu
yang luhur dan idealis, seperti mengabdi untuk tegaknya keadilan, kebenaran
meringankan beban penderitaan sesama manusia; 3. Mengandung unsur pengembangan,
setiap bidang profesi mempunyai kewajiban untuk menyempurnakan prosedur kerja
yang mendasari pengabdiannya secara terus-menerus. Secara teknis profesi tidak
boleh berhenti atau mandek. Kalau kemandekan teknik ini terjadi profesi itu
dianggap sedang mengalami proses kelayuan atau sudah mati. Dengan demikian,
profesipun manjadi punah dari kehidupan masyarakat (sumber wiwik yulianingsih
dalam
http://wiwikyulihaningsih.wordpress.com/2011/04/13/konsep-dasar-profesionalisme/).
Profesionalitas
Menurut
kamus bahasa indonesia org, arti Profesionalitas adalah (1) perihal profesi;
keprofesian; (2) kemampuan untuk bertindak secara profesional.
Profesionalitas
merupakan sikap para anggota profesi benar2 menguasai, sungguh2 kepada
profesinya. “Profesionalitas” adalah sutu sebutan terhadap kualitas sikap para
anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan
keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya (Moch Saiful
Zuhri Albanjari dalam blog:
http://bismillah-go.blogspot.com/2012/09/pengertian-profesi-profesionalisme-dan.html).
Profesionalisme
Kata
Profesionalisme tidak bisa dilepaskan dari kata Profesi, Profesional dan
Profesionalitas. Menurut kamus bahasa indonesia org, arti Profesionalisme
adalah mutu, kualitas, dan tindak tanduk yg merupakan ciri suatu profesi atau
orang yg profesional.
Profesionalisme,
Lebih mengarah pada (spirit, jiwa, sikap, karakter, semangat, nilai) yang
dimiliki dari seorang yang profesional (sumber,
http://haryantokandani.com/artikel-motivasi/profesionalisme.html).
Ciri
ciri profesionalisme: 1. Menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil (perfect
result), sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu; 2.
Memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui
pengalaman dan kebiasaan; 3. Menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat
tidak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai; 4. Memerlukan integritas
tinggi yang tidak tergoyahkan oleh “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti
harta dan kenikmatan hidup; 5. Memerlukan adanya kebulatan fikiran dan
perbuatan, sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi (sumber Blog:
http://monstajam.blogspot.com/2013/03/pengertian-profesionalisme-dan-ciri.html).
Dijelaskan
oleh Sumardi bahwa Konsep Profesionalisme memiliki lima muatan atau prinsip,
yaitu:
I.
Afiliasi komunitas (community affilition) yaitu menggunakan ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk di dalamnya organisasi formal atau kelompok-kelompok
kolega informal sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para
profesional membangun kesadaran profesi.
II.
Kebutuhan untuk mandiri (autonomy demand) merupakan suatu pendangan bahwa
seseorang yang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan
dari pihak lain (pemerintah, klien, mereka yang bukan anggota profesi). Setiap
adanya campur tangan (intervensi) yang datang dari luar, dianggap sebagai
hambatan terhadap kemandirian secara profesional. Banyak yang menginginkan
pekerjaan yang memberikan hak-hak istimewa untuk membuat keputusan dan bekerja
tanpa diawasi secara ketat. Rasa kemandirian dapat berasal dari kebebasan melakukan
apa yang terbaik menurut yang bersangkutan dalam situasi khusus.
III.
Keyakinan terhadap peraturan sendiri/profesi (belief self regulation) dimaksud
bahwa yang paling berwenang dalam menilai pekerjaan profesional adalah rekan
sesama profesi, bukan “orang luar” yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang
ilmu dan pekerjaan mereka.
IV.
Dedikasi pada profesi (dedication) dicerminkan dari dedikasi profesional dengan
menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan tetap untuk
melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik dipandang berkurang. Sikap
ini merupakan ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan.
Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen
pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah
kepuasan ruhani dan setelah itu baru materi.
V.
kewajiban sosial (social obligation) merupakan pandangan tentang pentingnya
profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh masyarakat maupun profesional
karena adanya pekerjaan tersebut.
Pengertian
di atas merupakan kreteria yang digunakan untuk mengukur derajat sikap
profesional seseorang. Berdasarkan defenisi tersebut maka profesionalisme
adalah konsepsi yang mengacu pada sikap seseorang atau bahkan bisa kelompok,
yang berhasil memenuhi unsur-unsur tersebut secara sempurna. (sumber, wiwik
yulianingsih dalam blog:
http://wiwikyulihaningsih.wordpress.com/2011/04/13/konsep-dasar-profesionalisme/).
Jadi
bisa di katakan bahwa para profesional dalam melaksanakan profesinya akan
mencapai nilai profesionalitas yang tinggi dengan prinsip profesionalisme yang ideal.
Diantara prinsip Profesionalisme menuntut independensi dalam pelaksanaannya.
Kata
“profesionalisme” dipakai sebagai senjata melegitimasi UU ASN sekaligus cara
mencapai tujuan. Tidak ada masalah, sepanjang profesionalisme bisa dilaksanakan
dengan baik, itu adalah hal yang bagus. Dan ada rasa optimisme baru dan bangga
pada semua komponen yang terlibat dalam proses pembuatan, disyahkan dan
diundangkannya UU ini, karena bila dicermati dari pasal 1 sampai 144 dalam UU
ASN 2014 pada prinsip pokoknya adalah memberi sarana dan prasarana agar Profesi
pegawai ASN menjadi Profesional, sehingga akan tercipta Indonesia yang lebih
baik..., kecuali kekurangan satu pasal yang bisa dipakai alat pelindungan
/pertahanan diri pegawai ASN yang prosesional yang independen terbebas dari
intervensi...
Dalam
UU ini hanya ada satu pasal perlindungan yang kurang kokoh bagi pegawai ASN,
yaitu pasal sengketa. Berikut pasal sengketa yang dimaksud:
BAB
XIII PENYELESAIAN SENGKETA. Pasal 129 (1) Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui
upaya administratif. (2) Upaya administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari keberatan dan banding administratif. (3) Keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diajukan secara tertulis kepada atasan pejabat yang
berwenang menghukum dengan memuat alasan keberatan dan tembusannya disampaikan
kepada pejabat yang berwenang menghukum. (4) Banding administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada badan pertimbangan ASN. (5) Ketentuan
lebih lanjut mengenai upaya administratif dan badan pertimbangan ASN
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Penjelasan:
Pasal 129 Ayat (1) Yang dimaksud ”sengketa Pegawai ASN” adalah sengketa yang
diajukan oleh Pegawai ASN terhadap keputusan yang dilakukan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian terhadap seorang pegawai. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Sebagai
perbandingan... Di dalam undang undang lain lazim terdapat pasal yang memberi
hukuman yang jelas bagi pelanggarnya, di Undang undang ini tidak ada, kecuali
hukuman administratif terhadap pegawai bawahan /dengan peraturan lain, apalagi
terhadap pihak lain yang melanggar (termasuk partai politik /katanya harus
bebas dari intervensi partai politik!). Pengawas adalah KASN (Pasal 30 KASN
berfungsi mengawasi pelaksanaan norma dasar, kode etik dan kode perilaku ASN,
serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi
Pemerintah) bukan Penyidik.. ini perlu diterangkan ke pada masyarakat.. atau
memang sulit meletakkan pasal tersebut karena adanya tarik menarik kepentingan
atau memang di UU ini sengaja di pasang pintu emergency exit ..?
Walaupun
banyak kemajuan, namun tidak salah bila dikatakan Profesionalisme dalam UU ASN
adalah Profesionalisme “Maju – Mundur”. Dilepas kepalanya.. di tarik ekornya...
No comments:
Post a Comment