Wiji Thukul, yang
bernama asli Wiji Widodo, seorang penyair kerakyatan dari Solo. Ia adalah salah
satu dari 13 korban penculikan yang terjadi pada periode 1996-1998, yang hingga
kini tidak diketahui kepastian keberadaannya.
Puisi-puisi
Wiji Thukul sangat melekat terutama di kalangan aktivis gerakan pro-demokrasi
yang senantiasa digemakan dalam berbagai aksi untuk membangun semangat,
Puisi-puisi
Wiji Thukul yang semula terhimpun dalam lima kumpulan buku puisi, kini telah
disatukan ke dalam buku: Aku Ingin Jadi Peluru.Buku ini diterbitkan oleh
Penerbit TERA, Magelang. Buku ini berisi 136 puisi yang dibagi atas lima buku
atau lima kumpulan puisi. Buku 1: Lingkungan Kita Si Mulut Besar berisi 46
puisi.. Buku 2: Ketika Rakyat Pergi berisi 17 puisi. Buku 3: Darman dan
Lain-lain berisi 16 puisi. Buku 4: Puisi Pelo berisi 29 puisi. Dan Buku 5: Baju
Loak Sobek Pundaknya berisi 28 puisi. Dalam catatan penerbit, Buku 5 merupakan
kumpulan sajak-sajak yang ditulis Wiji Thukul ketika ia berada di masa
pelarian.
Yayak Iskra,
seorang aktivis yang banyak membuat lagu anak/rakyat merdeka dan dikenal pula
dengan gambar-gambarnya, membuat seri gambar berisi puisi-puisi untuk mengenang
Wiji Thukul. Sebagian ditampilkan dalam
Kumpulan Fiksi.
___
PERINGATAN
Jika rakyat
pergi
Ketika
penguasa pidato
Kita harus
hati-hati
Barangkali
mereka putus asa
Kalau rakyat
bersembunyi
Dan
berbisik-bisik
Ketika
membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa
harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat
berani mengeluh
Itu artinya
sudah gawat
Dan bila
omongan penguasa
Tidak boleh
dibantah
Kebenaran
pasti terancam
Apabila usul
ditolak tanpa ditimbang
Suara
dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh
subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya
ada satu kata: lawan!.
(Wiji Thukul,
1986)
___
SAJAK SUARA
sesungguhnya
suara itu tak bisa diredam
mulut bisa
dibungkam
namun siapa
mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan
pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara
itu tak bisa dipenjarakan
di sana
bersemayam kemerdekaan
apabila
engkau memaksa diamaku
siapkan
untukmu: pemberontakan!
sesungguhnya
suara itu bukan perampok
yang ingin
merayah hartamu
ia ingin
bicara
mengapa kau
kokang senjata
dan gemetar
ketika suara-suara itu
menuntut
keadilan?
sesungguhnya
suara itu akan menjadi kata
ialah yang
mengajari aku bertanya
dan pada
akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus
menjawabnya
apabila
engkau tetap bertahan
aku akan
memburumu seperti kutukan
___
___
BUNGA DAN
TEMBOK
Seumpama
bunga
Kami adalah
bunga yang tak
Kau hendaki
tumbuh
Engkau lebih
suka membangun
Rumah dan merampas
tanah
Seumpama
bunga
Kami adalah
bunga yang tak
Kau kehendaki
adanya
Engkau lebih
suka membangun
Jalan raya
dan pagar besi
Seumpama
bunga
Kami adalah
bunga yang
Dirontokkan
di bumi kami sendiri
Jika kami
bunga
Engkau adalah
tembok itu
Tapi di tubuh
tembok itu
Telah kami
sebar biji-biji
Suatu saat
kami akan tumbuh bersama
Dengan
keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam
keyakinan kami
Di manapun –
tirani harus tumbang!
___
___
TENTANG
SEBUAH GERAKAN
.
Tadinya aku
pingin bilang
aku butuh rumah
tapi lantas
kuganti
dengan
kalimat
SETIAP ORANG
BUTUH TANAH
ingat: Setiap
orang
.
aku berpikir
tentang
sebuah gerakan
tapi mana
mungkin
aku nuntut
sendirian
.
aku bukan
orang suci
yang bisa
hidup dari sekepal nasi
dan air
sekendi
aku butuh
celana dan baju
untuk menutup
kemaluanku
.
aku berpikir
tentang
sebuah gerakan
tapi mana
mungkin
kalau diam
___
NYANYIAN AKAR
RUMPUT
jalan raya
dilebarkan
kami terusir
mendirikan
kampung
digusur
kami
pindah-pindah
menempel di
tembok-tembok
dicabut
terbuang
kami rumput
butuh tanah
dengar!
Ayo gabung ke
kami
Biar jadi
mimpi buruk presiden!
___
No comments:
Post a Comment